Asa Masih Ada

Selesai menyimak siaran media, baik itu berupa reportase maupun opini pengamat, sering timbul perasaan seakan bangsa ini berada pada suatu cul-de-sac, jalan buntu, sehingga optimisme akan masa depan yang lebih baik hilang. Akan tetapi kalau kita coba pikir dengan jernih, apa yang ada saat ini adalah sesuatu yang normal. Tidak ada yang terlalu besar, sehingga kita harus berkecil hati. Apa yang terjadi di negeri ini saat ini adalah panenan dari apa yang telah dilakukan dan kerugian atas apa yang tidak dikerjakan oleh kita maupun generasi terdahulu. Kalau kondisi kita saat ini sulit, maka itu hanyalah karena kita dulu tidak mempersiapkan masa ini dengan baik dan atau telah melakukan kesalahan. 
Di alam ini berlaku hukum yang berlaku semesta baik itu untuk ilmu pasti, maupun ilmu sosial. Bedanya, untuk ilmu alam, hukum-nya lebih mudah di rumuskan dalam postulat. Dalam ilmu sosial; ekonomi, politik maupun kemasarakatan, hal itu tidak terukur pasti. Teori sosial adalah perumusan telah disederhanakan dengan asumsi. Oleh karenanya tidak semua keputusan yang dibuat menghasilkan reaksi seperti teori yang ada, terutama karena asumsi yang dipakai berbeda dengan kondisi yang ada. 
Adalah masih jauh dari jangkauan ilmu sosial kemampuan memprediksi masa depan dengan pasti seperti konsep psychohistory seperti yang diangankan Isaac Asimov dalam novelnya Foundation. Oleh karenanya walau saat ini kita telah bisa menikmati mesin dan alat alat berteknologi tinggi yang merupakan hasil manipulasi hukum-hukum ilmu alam, masyarakat ideal masih di angan saja. 
Oleh karenanya, kalau kondisi kita tidak begitu baik, tidak ada yang perlu terlalu dipersalahkan. Kita dibawa kesini oleh hukum alam. Bahkan penjajahanpun  memiliki nilai positif. Demikian pula para pemimpin nasional, mereka telah meletakkan kontribusinya untuk bangsa ini, terlepas dari skor akhir baik atau buruknya. 
Yang penting sekarang adalah bagaimana melangkah ke depan. Tentu saja kesalahan harus dipertanggung jawabkan, tetapi itu bukan hal yang utama. Kepentingan kita terhadap penghukuman atas kesalahan yang sudah adalah untuk keadilan dan agar hal tersebut jadi pelajaran. Tanggung jawab kita sekarang sebagai penyambung generasi ini ke masa depan adalah mempersiapkan sebaik-baiknya masa yang akan datang itu.
Masalahnya sekarang, siapa yang dapat melihat dengan jernih dan bekerja dengan cerdas mempersiapkan masa depan tersebut. Lima belas tahun reformasi telah banyak perkembangan yang dirasakan bangsa ini. Pun demikian dengan dunia. Banyak tatanan dunia yang berubah dalam jangka waktu demikian. Namun sampai saat ini bangsa ini masih terjerat perangkap buruknya sistem pemerintahan. Bukannya tidak ada perkembangan membaiknya, tetapi untuk dapat bekerja secara optimal, banyak pembenahan masih perlu dilakukan. 
Sekarang dunia berkembang menuju penyatuan. Kalaulah kita ambil asumsi terburuk, kita tidak dapat berharap pada elit bangsa ini, bukan berarti kita harus kehabisan harapan. Arah pergeseran tatanan dunia membawa “the dynamic powers of the new found powers of individual” kata Thomas Friedman dalam bukunya The World Is Flat. Secara garis besar apa yang dimaksudkan-nya adalah terbukanya kesempatan untuk masing-masing peribadi untuk berkembang. Kalau negara terperangkap dalam kejumudan, sebagai pribadi kita masih punya banyak kesempatan.
Di bidang pendidikan, hampir semua bahan pendidikan yang dibutuhkan bisa ditemukan di internet. Untuk mengikuti kuliah di perguruan tinggi terbaik dunia yang dulu hanya disediakan secara ekslusif, sekarang bisa dijangkau dengan hujung jari. E-university dan Khan Academy sebagai sebuah pelopor hanyalah contoh kecil dari terbukanya kesempatan ini. 
Di perniagaan, pasar tidak lagi terbatas pada pasar yang terikat ruang dan jarak. Transaksi jual beli tidak lagi terikat pada tempat dan pertemuan untuk transaksi. Demikian pula dengan infrastruktur pendukungnya seperti transaksi keuangan. Dunia telah menjadi suatu permukaan yang datar, tinggal bagaimana kita berkompetisi. 
Dapat diambil simpulan dari keadaan ini bahwa sekat yang selama ini membatasi pengembangan potensi makin berkurang. Konsekuensinya ketergantungan pada pemegang otoritas yang menguasai ranah sosio-geografis (baca: pemerintah) makin berkurang. Akantetapi, tidak serta merta peran pemerintah menjadi hilang. Yang terjadi adalah pergeseran peran. Kalau selama ini pemerintah melalui  policy berperan penting untuk memberi arahan dan memastikan adanya kesetaraan lapangan pertandingan (leveling the ground) sekarang tugasnya lebih pada memastikan adanya lapangan dan bagaimana memberi insentif pada pemain kita.
 Bagaimana pemerintah dapat memberikan insentif agar masing-masing individu anak bangsa dapat lebih kompetitif adalah pertanyaannya. Masalah bagaimana membangun pendidikan yang baik, sarana kesehatan yang unggul, infrastruktur dan aturan adalah pertanyaan lama. Bagaimana kerja pemerintah memberi nilai strategis untuk perkembangan itu adalah pertanyaan prinsipnya. Harus ditanamkan disetiap benak insan kepemerintahan bahwa satu-satu alasan mereka dipekerjakan di pemerintahan adalah untuk memberi nilai tambah.
Pemerintah yang identik dengan status quo birokrasi, adalah wajar karena yang diharapkan darinya adalah keteraturan. Sifat ajek dan kaku sejalan dengan fungsi mempertahankan stabilitas situasi. Akantetapi, untuk kondisi terkini seutuhnya stabil tidak lagi cukup. Bagaimana kestabilan memberi energi lebih adalah tantangannya. Untuk itu, pemerintahan harus tetap stabil, tapi juga kreatif. Saat ini organisasi pemerintahan menghadapi tantangan tugas yang sebelumnya belum ada. Kondisi masyarakat berkembang lebih cepat dan dinamis dari proses evolusi sistem birokrasi. Untuk itu, kalau tidak dapat mempersiapkan diri, tujuan prinsip  keberadaan mereka akan hilang. Pemerintah tidak lagi menjadi bentuk yang terbaik untuk membuat keteraturan dan memberi insentif energi untuk masyarakat. Kalau sudah begini pemerintah akan jadi beban.
Contoh, sekarang ini berkembang  Bit-coin sebagai mata uang alternatif yang dibuat secara crowd di Internet. Beberapa negara bahkan mulai mempertimbangkan untuk mengakuinya. Dalam hal ini tentunya negara harus berperan membentuk pengaturan dalam wadah aturan perundangan. Pertanyaanya adalah bagaimana pemerintah dapat membuat aturan yang memberikan nilai lebih untuk pengembangan ekonomi dengan tatanan mata uang digital ini. Kalau prakteknya nantinya kita akan kembali membeo, meng-copy-paste aturan negara lain setelah mereka mengaturnya, padahal secara substansi aturan itu dibuat untuk menjaga kepentingan mereka, bukan tidak mungkin kita akan rugi sendiri.  
Telah nyata bahwa ada optimisme besar bahwa kita akan menjadi bangsa besar, dan cita-cita proklamasi tidaklah jauh panggang dari dari api. Sebagai insan pemerintahan, pemikul tanggung jawab langsung, tantangan kedepan adalah lebih besar, tetapi bukannya tidak dapat dilakukan. Yang dibutuhkan adalah clarity of insight dan clarity of purpose. Kalau insan-insan kepemerintahan dapat menjaga ini, terlepas dari apa hasil akhirnya, kita dapat dengan kepala tegak mempertanggungjawabkan amanat.

*tulisan ini ditulismsebagai pengantar umum terhadap diskusi-diskusi selanjutnya didalam blog ini. Maksudnya adalah untuk memberikan gambaran dasar konsepsi bagaimana seharusnya pemerintah dijalankan. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bro', Bea Cukai Apa Sih?

Esensi Kerja Pabean

Spending Rush Hour