Bro', Bea Cukai Apa Sih?

Kalau ada yang bertanya apa itu Bea Cukai, saya (seorang petugas Bea Cukai) bingung mau menjelaskan apa itu Bea Cukai. Biasanya saya akan bercerita panjang lebar, atau memberikan penjelasan klise, "pengawas impor dan ekspor", atau memberikan istilah lain yang lebih dikenal "duane" (istilah bahasa Perancis yang dulu sering dipakai sebagai nama lain Bea dan Cukai, padahal sekarang lebih tidak dikenal lagi). 
Bagi seseorang, identitas adalah penting untuk menerangkan siapa dia, statusnya dalam masyarakat dan bagaimana seharusnya dia bertindak tanduk. Bagi organisasipun saya memandang demikian. Tanpa adanya identitas yang jelas, dalam pergaulan orang tidak akan dapat mengenali organisasi tersebut, tidak tahu dimana menempatkannya dan bagaiman seharusnya organisasi dan orang-orang di dalamnya memposisikan dirinya dan membuat keputusan terkait organisasinya.

Dari latar inilah saya memberanikan diri membuka diskusi tentang identitas DJBC sebagai institusi kepabeanan.

Literatur maupun publikasi resmi DJBC tidak memberikan identitas jelas pada apa itu Bea Cukai. Situs Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menekankan Bea Cukai sebagai institusi yang penting, dan kemudian membeberkan fungsinya. Berikut saya kutip penjelasan tersebut. Penjelasan ini jelas tidak memberikan identitas apa itu DJBC sebagai institusi kepabeanan Indonesia. Yang dijelaskan di dalamnya hanyalah bagaimana posisi DJBC, penting atau tidak, dan memberikan manfaat adanya DJBC, bukan apa yang dikerjakannya. Padahal, tanpa identitas yang jelas, orang tidak akan begitu saja percaya bahwa sesuatu itu penting bahkan kalaupun manfaat dari sesuatu itu dijelaskan.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting dari negara dalam melakukan tugas dan fungsinya untuk :
  • Melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya;
  • Melindungi industri tertentu di dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dengan industri sejenis dari luar negeri;
  • Memberantas penyelundupan;
  • Melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara;
  • Memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor secara maksimal untuk kepentingan penerimaan keuangan negara.

Dalam pandangan saya, definisi ini tidak memuaskan. Pertama definisi ini tidak memberikan batasan segala sesuatu, sehingga tidak memberikan identitas yang jelas. Kedua, definisi ini membatasi pekerjaan pemungutan bea cukai pada pemungutan bea masuk dan bea keluar, padahal dalam pekerjaan kepabeanan bea cukai juga memungut pajak.  Karena definisi tidak memberikan batasan pada subjek identitas tersebut dan tidak utuh merepresentasikan subjek tersebut, definisi ini sebenarnya tidak tepat.Referensi legal, Undang-Undang Kepabeana, UU no.10 tahun 1995 dan perubahannya (UU no. 17 tahun 2006) mendefinisikan Kepabeanan sebagai “segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar”. Dari definisi ini, institusi kepabeanan dapat dijelaskan sebagai instansi yang mengurusi semua hal tersebut.
Selanjutnya, penjelasan resmi di situs DJBC tidak sepenuhnya taat pada dasar hukumnya (pengertian di undang-undang). DJBC dalam penjelasan website dinyatakan bertugas melaksanakan tugas titipan dari instansi lain dan juga memaksimalkan pungutan pajak dalam rangka impor. Padahal, secara jelas hal ini tidak dimuat dalam pengertian di undang-undang.  
Pengertian dalam undang-undang itu juga tidak menjelaskan apakah tugas bea cukai itu selain memungut bea. Bea cukai ditugaskan untuk pengawasan segala sesuatu, tetapi tidak dijelaskan pengawasan itu melakukan apa serta tidak jelas juga bagaimana dia melakukan pengawasan. Hal kurangya definisi yang membawa debat tidak berkesudahan di antara orang-orang bea cukai sendiri, apakah bea cukai itu pelayanan atau pengawasan.
Kalau definisi legal tidak memadai, sepatutnya kita mencari standar umum di dunia. Di bidang kepabeanan, standar paling umum adalah Revised Kyoto Convention (RKC). Kepabeanan dalam RKC didefinisikan sebagai berikut:
“Customs means the Government Service which is responsible for the administration of Customs law and the collection of duties and taxes and which also has the responsibility for the application of other laws and regulations relating to the importation, exportation, movement or storage of goods”.
Definisi dalam RKC jelas lebih memadai dalam mengidentifikasi apa itu kepabeanan. Institusi Kepabeanan (DJBC) adalah salah satu bentuk pelayanan negara yang bertanggung jawab melaksanakan undang-undang kepabeanan, mengenakan bea dan pajak dan bertanggung jawab pula untuk pelaksanaan undang-undang lain terkait impor, ekspor, pergerakan atau penimbunan barang. Dengan pengertian ini seluruh pelaksanaan tugas institusi kepabeanan dijamin. Mulai dari melaksanakan undang-undang undangnya sendiri, undang-undang lain, melakukan pemungutan segala bentuk pungutan di pelabuhan, penimbunan dan pergerakan barang.
Definisi dalam RKC ini juga menjelaskan apakah nature tugas institusi kepabeanan, yaitu pelayanan pemerintah untuk administrasi undang-undang kepabeanan dan pemungutan serta menegakkan hukum dan aturan lain. Dari pengertian ini jelas identitas Institusi Kepabeanan (DJBC) adalah institusi penegak hukum yang menyediakan pelayanan administrasi kepabeanan dan pemungutan.
Selain sekedar menjawab tanya dan mengidentifikasi diri, kejelasan identitas ini sangat penting bagi petugas Bea dan Cukai dan institusi lain di lapangan.
Contoh kasus, pengawasan di Bandar Udara. Pada suatu kesempatan petugas karantina di terminal kedatangan meminta tempat di depan lokasi pengawasan Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan barang penumpang. Sebagai institusi yang memiliki Undang-Undang Karantina mereka berpendapat bahwa mereka berhak pula melakukan pengawasan langsung dan melakukan pemeriksaan. Dalam perdebatan tersebut saya dan tim menjawab bahwa tidak ada praktek dimanapun di dunia ada dua kali pemeriksaan barang penumpang dan mereka dapat diyakinkan dengan bujukan. Padahal sebenarnya kami tidak memiliki dasar untuk menolak permintaan tersebut karena mereka adalah penegak hukumnya sendiri, dan tugas pengawasan tersebut tidak ada diserahkan secara legal ke DJBC sehingga mereka tidak perlu lagi melakukan pengawasan langsung. Selama ini praktek pengawasan DJBC dilakukan karena sejak dulu DJBC sudah biasa melakukan hal tersebut.
Kasus meja pemerikasaan ini adalah kasus kecil, padahal ada banyak kasus atau potensi kasus yang jauh lebih besar seperti pasal pidana impor dalam Undang-Undang Perindustrian, Undang-Undang Perdagangan, dan kasus kejelasan posisi pemeriksaan surveyor yang dipersyaratkan undang-undang lain, belum lagi status penyidikan DJBC yang masih terus dipertanyakan dan lain-lain.
Ketidak jelasan identitas ini membuat DJBC sebagai institusi tidak menguasai apa yang menjadi tugasnya sehingga mudah di-challenge d dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta sering hanya mengaku-aku memiliki wewenang yang bukan punyanya. Seperti penjelasan dalam presentasi profil DJBC dalam situs DJBC tersebut, DJBC mengklaim institusinya penting karena melindungi masyarakat, melindungi industri, memungut pajak dan melaksanakan tugas titipan, padahal tidak satupun dari tugas tersebut merupakan tugas DJBC secara legal.   
Mungkin sudah saatnya kita mendefinisikan lagi identitas kita sebagai institusi kepabeanan, atau mendudukkan posisi kita pada posisi seharusnya dan memperjuangkan identitas tersebut. Sudah cukup lama rasanya DJBC meragukan posisi mereka sehingga perlu dijelaskan secara absurd (community protector, trade facilitator and revenue collector) dan tidak berani seperti (hanya contoh) US Customs and Border Protection yang secara jelas mendudukkan posisi mereka sebagai instansi penegak hukum (law enforcement agency). 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Esensi Kerja Pabean

Spending Rush Hour