Esensi Kerja Pabean

Banyak orang yang tidak mengerti apa pekerjaan bea cukai. Saya sendiri tidak kenal sama sekali bea cukai waktu mendaftar menjadi mahasiswa jurusan kepabeanan dan cukai, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Yang saya tau kerjanya di pelabuhan. Bahkan sampai setelah bekerja, konsepsi apa itu bea cukai masih kabur. Baru belakangan saya merasa memiliki pemahaman tentang apa itu bea cukai. Tulisan ini ditulis untuk memaparkan secara singkat dan gampang tentang pabean. 
 Pembahasan terutama tentang pabean karena permasalahannya lebih kompleks dan khusus karena memiliki banyak simpul kaitan dengan berbagai bidang. Cukai lebih sederhana. Cukai adalah pajak atas konsumsi barang tertentu karena ada externalities negatif pemakaiannya. Salah satu yang membuatnya dibedakan dari pajak, dalam pandangan saya,  karena konsep perpajakan rantai pertambahan nilai yang dianut Indonesia. Sederhananya cukai merupakan sejenis pajak penjualan. 
Tidak banyak orang yang paham tentang apa itu pabean, bahkan dalam internal Direktorat Jenderal Bea Cukai sendiri. Mereka tahu apa pekerjaannya,  revenue collector, trade facilitator dan community protector. Hal ini ini adalah apa yang dikerjakan, tapi tidak menyentuh konsep dasar. Ketiga fungsi ini adalah pengungkapan generic yang dipakai institusi kepabeanan negara-negara dunia untuk memberikan gambaran kerja institusinya. 
Kalau jawatan kepabeanan adalah revenue collector, pada saat tarif diturunkan, fungsi pabean akan turun. Kalau ditiadakan, tentu pabean kehilangan asali eksistensinya. Fungsi fiscus institusi perpajakan bukan pabean. Hanya dalam praktek, bea cukai diberi kewenangan tambahan memungut. Demikian pula yang kedua, kalau bea cukai trade facilitator, sebenarnya bea cukai tidak diperlukan. Per dagangan akan lebih lancar tanpa adanya pabean. Kalau bea cukai adalah community protector, tentu seharusnya bea cukai memiliki aturan organik tentang perlindungan masyarakat. Kenyataannya, tidak satupun aturan perlindungan masyarakat organik dimiliki. Seluruh aturan perlindungan, pembatasan dan larangan adalah milik institusi lain, seperti kesehatan, keamanan, perlindungan konsumen, perdagangan, dan perindustrian.
Pabean adalah institusi pencatatan/ akuntan negara yang mencatat arus barang yang melintasi perbatasan negara. Kalau dianalogikan dengan pekerjaan pembukuan keuangan, bea cukai bertugas diawal, mencatat seluruh transaksi. Karena posisinya, tugas ini sangat penting. Hasil pencacatan bea cukai adalah sumber informasi awal, baik itu untuk perhitungan hak negara berupa bea masuk, pajak dan cukai, statistik, maupun untuk pengawasan. Bea cukai dapat melakukan pungutan, memfasilitasi perdagangan maupun melindungi masyarakat karena dia melakukan pencatatan ini. Bisa dibayangkan kalau arus barang dicatat secara tidak benar oleh bea cukai, kebijakan pemerintah bisa salah, barang yang berbahaya bisa masuk, pedagang yang curang bisa mengancam iklim usaha indonesia. Khusus untuk perpajakan, karena bea cukai menganut pajak pertambahan nilai, catatan impor barang adalah pajak masukan pertama untuk perhitungan PPN. Dari sini, terlihat pentingnya peran bea cukai. 
Karena pabean adalah pencatat, dalam kata lain akuntan negara, nomenklatur internasional mengenal administrasi kepabeanan dan customs clearance. Administrasi karena kerja utamanya adalah pengadministrasian, dan clearance karena setelah selesai dicatat, barang itu clear, jelas mau diapakan. 
Mungkin banyak yang tidak sependapat dengan konsep pabean sebagai akuntan ini karena bea cukai tidak mencatat langsung, dan tugas sehari hari jauh dari kesan akuntan yang berkutat dengan angka-angka. Tugas akuntan terutama terletak pada menyediakan laporan atas kondisi secara benar. Untuk itu, akuntan harus memastikan bahwa seluruh transaksi tercatat dan pencatatan dilakukan dengan benar. Alasan dinas pabean harus tahu seluruh arus barang, dan memiliki wewenang memeriksa untuk memastikan kebenarannya adalah untuk memastikan dua hal ini. Karena negara tidak dipagar, dan pemilik barang punya banyak alasan untuk tidak mengungkapkan kondisi yang benar, jawatan pabean perlu dilengkapi aparat dan alat pengawasan dan kewenangan mengaudit, memeriksa dan menegah pergerakan barang yang belum selesai dipastikan kebenarannya. Dalam kata lain, seluruh pekerjaan bea cukai adalah dukungan untuk pelaksanaan tugasnya sebagai akuntan negara.
Pemahaman bahwa bea cukai adalah akuntan negara ini sangat penting untuk merumuskan pemahaman tentang kerja bea cukai, merumuskan arah strategis dan untuk memahami situasi yang ada di bea cukai.  
Ambil contoh dalam pengukuran kinerja jawatan pabean. Karena bea cukai adalah pencatat, target jumlah penerimaan sebenarnya kurang tepat dijadikan target kinerja. Porsi kendali bea cukai atas besarnya penerimaan tidak bisa lebih dari 100% potensi penerimaan. Kalaulah bea cukai telah bekerja baik, tapi  tidak mencapai target, bea cukai tidak dapat berbuat apa-apa. Kalau pun penerimaan melebihi target, tapi terjadi transaksi yang tidak betul atau pencatatan yang salah, maka ini bukan keberhasilan kinerja. Kalau kita dapat memandang dari sudut pandang yang benar, kinerja bea cukai harusnya diukur dari deviasi potensi dan capaian penerimaan, deviasi statistik perdagangan dengan faktanya, atau dapat diterangkannya kalau ada perbedaan data ekspor indonesia dan negara pengimpor. 
Dalam merumuskan arah strategis jawatan kepabeanan, perhatian utama adalah kebenaran data yang dikumpulkannya. Dengan konsep ini bea cukai akan selalu mengarahkan intervensi seminimum mungkin tapi pengawasan tetap optimal. Bea cukai akan lebih fokus pada upaya memperoleh data primer sebagai alat pengawasan. Kita paham pula bahwa patroli perbatasan tidak efektif karena luar biasa panjangnya garis pantai indonesia. Dengan memakai sudut pandang pencatat, untuk memastikan kebenaran data yang disampaikan, bea cukai akan lebih mengoptimalkan pengumpulan informasi primer, baik dari negara asal, dokumen pengangkutan, dan catatan transaksi bisnis dan keuangan untuk digunakan sebagai alat kontrol. Dengan arah pengembangan seperti ini, kalau data primer dapat didapatkan dari asalnya dengan murah, seperti kerjasama informasi bisnis, maka pengawasan akan lebih efektif serta biayanya lebih murah. 
Contoh lain pentingnya pemahaman konsep kepabeanan ini adalah dalam hubungan antar instansi. Kalau bea cukai dipandang sebagai institusi fiscus, bea cukai akan bersaing dengan institusi perpajakan. Dalam hal ini, akan sulit dilakukan penyatuan pandangan mengenai konsep penerimaan negara secara utuh. Pemeriksaan bea cukai akan berakhir setelah barang keluar, dan pemeriksaan pajak akan bekerja setelah barang beredar. Bea cukai akan kehilangan alat pengawasan setelah  barang clearance, dan pajak akan kehilangan sumber informasi kunci sebelum barang masuk ke ekonomi Indonesia. Dengan memahami konsep ini, organisasi bea cukai akan dapat melihat pentingnya kerjasama dengan instansi lain sebagai kontrol atas kualitas kerjanya dan kelanjutan atas usahanya untuk kepentingan negara. 
Pemahaman konsep inipun dapat memberikan pengertian atas kejadian perdagangan internasional yang terjadi. Pertama, kalau data bea cukai reliable, statistik perdagangan akan dapat berbicara tentang kondisi sebenarnya, apakah defisit neraca berjalan indonesia di dua tahun terakhir sehat atau tidak, apakah kebijakan pembatasan perdagangan tepat atau tidak, dan siapa pula yang bertanggung jawab atas volatilitas harga komoditi. Dengan begini, bea cukai tidak terbebani oleh hal yang bukan tanggung jawabnya, dan institusi kebijakan negara akan memiliki pemandangan yang lebih terang tentang keadaan ekonomi yang sebenarnya. 
Contoh lain, pada suatu ketika, seorang pelayar asing datang ke satu kantor bea cukai meminta customs clearance sebelum dia berlayar. Di indonesia, dulu memang bea cukai yang memberikan. Sekarang, walau didunia masih customs yang memberikan, tapi di indonesia, tidak ada lagi customs clearance. Dengan bingung, akhirnya petugas bea cukai menyalin kata-kata clearance dari luar negeri, dan kemudian mengecapnya dengan stempel kantor. 
Inti cerita adalah karena bea cukai tidak dipandang sebagai pencatat transaksi, kontrol atas pelaporan transaksi itu diabaikan. Manifest yang merupakan dokumen pelayaran memang masih disampaikan ke bea cukai, tapi tidak sebagai kontrol. Karena data manifes adalah data PEB yang telah disampaikan ke bea cukai, nilai kontrol manifes sangat lemah. Tidak ada yang dapat dilakukannya untuk menahan kapal berangkat kalau ada kecurigaan manifest salah. Kalau bea cukai memberikan customs clearance, bahkan bea cukai dapat meminta konfirmasi penyelesaian barang pada saat bongkar dan lewat di customs tujuan. Dengan begini, keributan karena presiden dilapori statistik perdagangan yang berbeda dengan presiden China dapat dihindarkan. 
Demikianlah, terlepas dari kasus yang sedang terjadi atas beberapa pegawai DJBC, institusi negara ini tetap sangat penting. Kalau dua puluh delapan tahun lalu pemerintah mengontrakkan pemeriksaan pada SGS, Swiss dan memangkas kewenangan pengawasan pengangkutan, bukan tidak mungkin alasannya adalah karena banyak pegawai bea cukai yang tidak merasa sebagai akuntan negara. Asas dasar bahwa dokumen pabean harus benar tidak jadi ukuran. Walau saat itupun target penerimaan bea cukai dapat dicapai, tapi bea cukai tidak melakukan tugasnya. Sekarang, tanggungjawab utama bea cukai adalah melakukan tugasnya sebaik mungkin. 
Dengan paham esensi pekerjaannya, kita harapkan pegawai bea cukai dapat bekerja lebih baik dan kedepan pimpinan dapat merancang institusi yang mumpuni untuk melakukan tugas-tugas yang dipikul. 

BHINNEKA TJARAKAN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bro', Bea Cukai Apa Sih?

Spending Rush Hour